MENJADI SESAMA BAGI ORANG LAIN KENDATI BERBEDA
MENJADI
SESAMA BAGI ORANG LAIN KENDATI BERBEDA
Ada
dua hal yang hendak disampaikan dalam tulisan ini sehubungan dengan masalah
kemanusiaan yaitu, memahami dan menyadari perbedaan sebagai kenyataan yang
harus kita terima dan hal yang mendorong kita dalam perbedaan itu adalah
menjadi sesama bagi orang lain kendati benyak perbedaan.
Allah
sedari awal menciptakan manusia berbeda satu dengan yang lain.Setiap manusia
unik, tidak ada yang persis sama, kembar sekalipun tidak sama, mirip itu
mungkin.Setiap manusia yang dilahirkan tiap detik,menit maupun jam di seluruh
dunia, tidak ada yang sama, pasti berbeda. Perbedaan itu bukan hanya berkaitan
dengan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, melainkan juga dalam hal, bakat,
kemampuan, budaya, ras, agama, suku dan budaya serta bangsa.
Untuk
lebih memahami dan menerima perbedaan,coba perhatikan tubuh kita. Tubuh kita terdiri
dari banyak anggota dengan bentuk dan fungsinya yang berbeda-beda. Namun
semuanya saling menunjang satu sama lain, membentuk tubuh kita dan tiap anggota
tidak meniadakan anggota tubuh lainnya atau memaksa supaya menjalankan fungsi
yang sama. Mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, tangan untuk memegang
dan mengambil,kaki untuk berjalan dan anggota lainnya menjalankan fungsinya
sendiri-sendiri, namun kesemuanya merupakan satu kesatuan( I Kor 12 : 12-17).Dan
semua anggota tubuh itu saling mendukung mencapai satu tujuan yang diinginkan
oleh kita.
Selanjutnya,
coba perhatikan keluarga kita.Adakah dalam keluarga kita anggotanya persis
sama, baik dari segi jenis kelamin maupun peran,bakat dan kemampuannya?
Lagi-lagi kita temukan bahwa keluarga kita terbentuk dari pribadi-pribadi yang
berbeda. Tak ada satu keluarga pun di
dunia ini yang anggotanya persis sama.Kendati demikian kesemuanya saling melengkapi
dan menyayangi.
Maka,
tak ada alasan orang meniadakan perbedaan atau keanekaan manusia di atas dunia
ini dalam segala aspeknya, entah itu warna kulit,suku ras dan keyakinan. Karena
memang perbedaan itu nyata adanya dan dengan seharusnya diterima dan dihayati.
Apa
yang seharusnya manusia lakukan dalam perbedaan itu agar dapat memenuhi
kebutuhannya? Sikap menerima perbedaan mengharuskan kita untuk saling menolong
dan melengkapi tanpa membeda-bedakan, tanpa bertanya lagi
“ siapakah sesamaku” (Lukas 10: 25 – 37).
Yesus
dalam perumpamaan “Orang Samaria yang baik hati” membongkar cara berpikir orang
Yahudi yang menyempitkan arti sesama hanya terbatas pada keluarga dan suku
Yahudi. Di luar Yahudi itu bukan sesama. Yesus melalui tokoh orang Samaria
dalam perumpamaanNya menegaskan bahwa sesama itu adalah semua orang.
Seorang Samaria menurut pandangan Yahudi adalah orang
yang berasal dari suku yang tidak diperhitungkan dan mempunyai derajat lebih
rendah dari pada seorang Yahudi. Namun justru pihak yang dianggap hina dan
rendah inilah yang berhati mulia dan dengan tulus mau menjadi sesama bagi orang
asing yang belum dikenalnya, bahkan menolongnya tanpa berpikir panjang.
Di
sini ditunjukkan bahwa orang Samaria tersebut mempunyai kepekaan hati untuk menolong
sesama yang membutuhkan, rasa kemanusiaannya terusik untuk berbuat sesuatu demi sesama yang menderita, dan rasa itu
melampui daya pikirnya akan resiko yang mengancam akibat perbuatannya itu.
Sebagaimana diketahui Yerikho dikenal sebagai tempat yang rawan akan tindakan
kejahatan yang dapat membahayakan nyawanya jika ia berlama-lama di tempat itu
karena ingin membantu orang yang sedang terluka tadi.
Sedangkan
seorang Imam dan seorang Lewi yang jauh lebih memahami ajaran agama Yahudi
justru menghindari dan meninggalkan orang yang membutuhkan pertolongan tersebut
karena takut resiko yang akan dihadapi seperti antara lain dapat menjadi najis
jika bersentuhan dengan orang asing yang terluka. Mereka lebih memikirkan
profesi dan pekerjaan mereka pada pelayanan peribadatan dari pada mengutamakan
kepekaan hati serta rasa kemanusiaan untuk menolong orang itu.Tugas dan status
menjadi penghambat bagi mereka untuk bertindak sebagai sesama yang baik bagi
orang lain.
Salah
satu tokoh dewasa ini yang sungguh menjalani pesan Yesus sebagaimana tersirat
dalam perumpamaan Orang Samaria Yang baik hati adalah Santa Teresa dari
Kalkuta. Meskipun perutusannya ditujukan kepada orang-orang yang paling
berkekurangan, mereka yang termiskin dari antara orang-orang miskin, ia tidak
memandang perutusan hanya atau bahkan pertama-tama, sebagai perkejaan sosial. Perutusannya
tertuju kepad penyelamatan dan pengudusan orang-orang yang dilayaninya, tanpa
memandang suku dan agama mereka. Dengan mata iman ia memandang realitas
kehadiran Allah yang tersembunyi dalam diri orang-orang miskin.
Santa
Teresa dari Kalkuta dalam menjalankan tugasnya tak pernah terbersit dalam hati
dan pikirannya untuk membeda-bedakan orang yang ditolongnya. Ia fokus pada
orang yang membutuhkan pertolongan dan kasihnya. Semua ia layani tanpa pamrih
dan pengkotak-kotakan ataupun dengan syarat tertentu.
Orang
Samaria dan Santa Teresa dari Kalkuta adalah model yang patut dicontohi dalam
hidup kita untuk menjadi sesama bagi orang lain kendati berbeda. Keduanya sungguh
paham dan menyadari adanya perbedaan manusia di dunia ini. Namun perbedaan itu
mereka jadikan sarana untuk solider dan menjadi sesama yang baik bagi orang
lain.
Maka,
mari kita menerima perbedaan sebagai kenyataan yang harus kita terima karena
perbedaan itu nyata adanya. Dengan menerima adanya perbedaan, kita dengan
seharusnya menjadi sesama yang baik bagi sesama kendati berbeda.Kita menjadi
perpanjangan kasih Allah bagi sesame yang berkekurangan.
Kesadaran
untuk menjadi sesame bagi orang lain sungguh dibutuhkan pada zaman ini, di
tengah ancaman pelbagai konflik dan masalah kemanusiaan yang ditimbulkan oleh
konflik itu.
“Allah mengasihi kita
dan senantiasa menggunakan anda dan saya untuk menyalakan terang cinta kasih di
dunia.
Biarlah terang
kebenaran-Nya ada dalam diri anda sehingga Allah dapat terus-menerus memngasihi
dunia melalui anda dan saya. Bersemangatlah untuk menjadi sinar yang terang
benderan”. –Santa Teresa-
Tangerang, 07 Agustus 2017
Bonefasius Jehandut
Komentar
Posting Komentar