KERAHIMAN ALLAH DALAM KELUARGA



KERAHIMAN ALLAH DALAM KELUARGA


          Tulisan ini berisikan uraian singkat,bagaimana kerahiman Ilahi seharusnya dihayati dalam keluaraga.Sebetulnya sejak awal mula penciptaan Allah telah menetapkan keluarga sebagai tempat persemaian pertumbuhan dan perkembangan seorang manusia di dunia ini.Hal itu dapat kita baca dalam Kejadian 1 : 26 – 28. Manusia diangkat Allah menjadi rekan kerjaNYa, dalam penciptaan manusia baru ke atas dunia ini.
          Martabat manusia yang demikian luhur ini,seharusnya tetap dijaga dan dihayati sepanjang sejarah kehidupan manusia.Namun,apa yang terjadi hingga saat ini? Hampir tiap hari dunia disuguhkan dengan berita-berita yang menggambarkan perusakkan martabat munusia,seperti peperangan,pelecehan seksual,korupsi,perdagangan manusia bahkan kekerasan dalam rumah tangga atau keluarga.
          Paus Fransiskus seorang pribadi yang sederhana,yang tidak diungggulkan dalam pemilihan Paus, justru sangat jeli melihat bahwa hal yang dapat memulihkan martabat manusia adalah hanya KERAHIMAN ALLAH. Maka beliau menetapkan tahun ini sebagai Tahun Yubileum Luar Biasa Kerahiman Ilahi.
Mengapa ada Yubileum Kerahiman saat ini?”
          Pertanyaan ini dijawab oleh Paus Fransisus dalam homili 11 April 2015 malam di Basilika Santo Petrus, “Hanya karena Gereja, di saa
t perubahan sejarah yang besar ini, dipanggil untuk memberikan tanda-tanda yang lebih jelas tentang kehadiran dan kedekatan Allah.”
Pernyataan Paus itu terkait dengan pernyataan resmi tentang Tahun Suci baru yang diumumkan hari itu dengan menampilkan Bulla Petunjuk resmi tentang Yubileum Luar Biasa Kerahiman.
Dalam homilinya, Paus Fransiskus menekankan bahwa Gereja dipanggil untuk memberikan “tanda-tanda lebih jelas” tentang kehadiran dan kedekatan Allah.“Bukanlah saatnya lagi untuk bingung,” kata Bapa Suci. “Sebaliknya, kita perlu waspada dan membangunkan kembali dalam diri kita kemampuan untuk melihat apa yang penting.”
Inilah saatnya bagi Gereja, kata Paus Fransiskus, untuk menemukan kembali makna dari misi yang dipercayakan kepada Gereja oleh Tuhan di hari Paskah, yaitu, “untuk menjadi tanda dan instrumen belas kasihan Bapa.”Di tahun ini kita akan diubah oleh kerahiman-Nya, sehingga kita juga boleh menjadi “saksi-saksi kerahiman,” kata Paus, seraya mengatakan bahwa, “Tanpa kesaksian pengampunan, hidup tidak akan berbuah dan bersih.”
Moto Tahun Suci itu adalah, “Hendaklah kamu murah hati seperti Bapamu.” Hal itu, menurut Bapa Suci, mencakup, membuka hati kita dan memberi kesaksian tentang kerahiman di mana-mana, karena, “Pengampunan adalah kekuatan yang dapat menimbulkan kehidupan baru dan menanamkan keberanian untuk melihat masa depan pengharapan.”
Bulla berjudul “Misericordiae Vultus” atau “Wajah Kerahiman” itu dimulai dengan mengatakan bagaimana Yesus merupakan ‘wajah’ belas kasihan Bapa-Nya. Bulla itu juga menjelaskan bahwa tanggal pembukaan tahun suci itu, 8 Desember 2015, hari raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa dan peringatan 50 tahun penutupan Konsili Vatikan II, dan tanggal penutupan, 20 November 2016, Hari Raya Kristus Raja Semesta.
Pintu Suci Basilika Santo Petrus  dibuka tanggal 8 Desember 2015, dan Pintu-Pintu Kudus basilika kepausan lainnya akan sama dibuka pada hari-hari berikutnya. Bapa Suci juga meminta agar setiap keuskupan di seluruh dunia membuka pintu kerahiman yang sama sebagai tanda persekutuan dengan Gereja dan sebagai cara untuk perayaan lokal Yubileum itu.
Apakah pintu kerhiman hanya ada di Vatikan,dan di pusat keuskupan ? Tentunya tidak. Paus mengaharapkan agar semua pintu kerahiman dibuka, pintu keraihiman Paroki, pintu kerahaiman wilayah/stasi, pintu kerhiman lingkungan, pintu kerahiman keluarga dan pintu kerahiman semua umat manusia di dunia ini.
Keluarga,sebagai Gereja kecil, justru menjadi garda terdepan penerapan kerhiman Allah ini.Kalau Keluarga sudah dari hari ke hari selalu membuka pintu kerahimannya,maka harapan akan terciptanya  kehidupan manusia yang penuh pengampunan dan murah hati seperti Bapa akan terwujud.
          Bagaimanakah kondisi keluarga dewasa ini ? Media massa ,entah itu cetak maupun elektronik,cukup sering memberitakan kekerasan dalam keluarga.Ada keluarga yang tidak harmonis bahkan cerai-berai,  ada keluarga yang orang tuanya berlaku kasar tehadap anaknya, bahkan ada ayah atau ibu yang tega membunuh anaknya sendiri, atau pun ada anak yang membunuh ibu atau ayahnya sendiri dan suami atau istri yang tega berlaku kasar satu sama lain atau membunuh pasangannya.Tentu kita amat prihatin mendengar,membaca atau menonton berita-berita seperti  ini.Apakah hidup dalam keluarga seperti itu? Manakah keluarga yang ideal? Apakah yang menjadi jaminan terciptanya keluarga yang harmonis,apakah kekayaan atau kekuasaan?
Santo Paulus dalam suratnya kepada umat di  Kolose  (Kol 3: 18 – 23), mengemukakan hubungan antara anggota-anggota keluarga ( rumah tangga).Dalam sebuah masyarakat  yang patriarkat, adalah kewajiban istri untuk taat kepada suami mereka.Namun dalam masyarakat kita, di mana sistem patriarkat  telah runtuh dan di mana praktek-praktek sosial berdasarkan ajaran Kristus menjadi lebih penting,kesamaan  di dalam Tuhan harus lebih diintegrasikan  ke dalam hubungan suami-istri; kita sekarang  lebih berbicara mengenai ketaatan timbal balik,maupun saling mengasihi dan menghargai satu sama lain.Juga orang tua  hendaknya jangan banyak  mengomeli anak-anak mereka, dan anak-anak hendaknya  taat kepada orang tua mereka.
Ada banyak teks kitab suci yang berisikan tuntutan  untuk menghormati orang tua. “Setiap orang di antara kamu harus menyegani ibunya” ( Im 19 :13) .“Janganlah si anak lupa, bahwa bapaknya memberitahukan kesetiaan iman kepada anak-anaknya” (Yes 38:19). “Anakku,tolonglah bapamu pada masa tuanya,jangan menyakiti hatinya di masa hidupnya.Demikian pula,kalau akalnya sudah berkurang hendaklah kau maafkan,jangan menistakannya sewaktu engkau masih berdaya.Kebaikan yang ditunjukkan kepada bapa tidak sampai terlupa,melainkan dibilang sebagai pemulihan segala dosamu.Pada masa pencobaan engkau akan diingat oleh Tuhan,maka dosamu lenyap seperti  beku yang kena matahari.Serupa penghujat  barangsiapa meninggalkan bapanya,dan terkutuklah oleh Tuhan orang yang mengerasi ibunya”( Sir 3 : 12). Yesus,dalam ajaranNya,sangat menekankan perintah Allah “Hormatilah ibu bapamu” (Mrk 7 : 10; 10 : 19 dst). Dalam Ef 6 : 1 dikatakan : “Hai anak ,taatilah orang tuamu di dalam Tuhan,karena haruslah demikian” (bdk.Kol  3:20).
Dari kutipan-kutipan di atas tampak bahwa hubungan orang tua dan anak yang baik membawa suasana kehangatan ,yang membuat semua anggota keluarga kerasan di rumah.Perintah keempat memang terutama menekankan penghormatan anak kepada orang tua.Tapi hendaknya ditinjau lebih jauh dari sekadar kewajiban anak kepada orang tua saja.Perlu dipahami pentingnya sikap saling menghargai satu sama lain dalam sebuah keluarga. Suami menghargai istri,istri menghargai suami,anak menghargai orang tua,orang tua menghargai anak. Dan ini akan mungkin tercipta jika ada kesediaan untuk bermurah hati satu sama lain, kesediaan untuk mengampuni tanpa pamrih.
Setiap anggota keluarga mempunyai peran dalam membangun keluarga yang baik,keluarga yang dijiwai kearahiman Allah.Semua berkewajiban menyejahterakan keluarganya. Hanya dalam keluarga yang baiklah seseorang akan bertumbuh menjadi pribadi yang baik.
Dalam dunia  ini,peranan keluarga sungguh amat penting untuk  menata dan melestarikan kehidupan yang manusiawi , kehidupan yang diwarnai kerhiman Allah. Keluarga Nazareth hendaknya menjadi teladan bagi kita.Keluarga adalah tempat  keseharian hidup  di mana kita berada.Maka,keluarga sebagai sel masyarakat dan sel Gereja dengan seharusnya membuka pintu kerahiman setiap hari bagi seluruh anggotanya sehingga tercipta, keluarga harmonis. Keluarga harmonis maka Gereja harmonis,masyarakat dunia harmonis.
Keluarga Katolik sangat diharapkan bertumbuh menjadi Gereja rumah (domestic church). Keluarga Katolik menjadi suatu komunitas rahmat dan doa, sebuah sekolah keutamaan manusiawi dan Kristiani dan tempat iman pertama kali diwartakan kepada anak-anak ( Kompendium Katekismus Gereja Katolik: KKGK 350). Keluarga sebagai Gereja rumah tangga merupakan suatu komunitas iman,harapan dan kasih (KKGK 456).
Keluarga sebagai Gereja rumah tangga dapat terwujud jika kita dan anggota keluarga mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang baik sebagai orang Katolik.Di dalam keluarga kita dapat berlatih untuk peduli terhadap anggota yang lain.Dai dalam keluarga kita dapat menerapkan sikap murah hati seperti Bapa,sebagaimana yang diharapkan dalam tahun kerahiman Allah ini.

Catatan : Mungkin baik untuk diingat:
SUAMI  :   semuanya untuk anak maupun istri
ISTRI    :  insan sejati teladan rohani  
ANAK   :  ayah nafkahi aku kasihmu


Tangerang,akhir Februari 2016
Bonefasius Jehandut,S.Fil.
Guru Agama Katolik
SD Harapan Bangsa
Kota Modern- Tangerang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MATERI UJIAN PRAKTEK KLS VI

RANGKUMAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SD, UNTUK BLOK TEST PERTAMA '20/'21

RANGKUMAN AGAMA KATOLIK SD, PERSIAPAN BLOK TEST KEDUA SMSTR 2 2019