ANAK YANG TIDAK DICINTAI




          Ada kisah menarik. Satu keluarga katolik mempunyai tiga orang anak putri. Putri pertama dan kedua amat dicintai oleh orang tuanya. Apa yang diminta kedua putrid itu selalu dipenuhi. Pakaian sekolah selalu dibelikan. Uang jajan selalu cukup. Mau beli ini atau itu selalu dilayani oleh orang tuanya. Kasih sayang terhadap mereka berdua tak pernah kurang, bahkan berlebihan. Hal ini disebabkan karena kehadiran kedua putri itu sungguh-sungguh diinginkan dan didambakan oleh kedua orang tua.
          Lain halnya dengan putri yang ketiga. Ia kurang dicintai oleh orang tuanya.Mengapa? Karena kehadirannya tidak direncanakan. Orang tuanya hanya menginginkan dua orang anak saja. Tetapi entah kenapa,anak ketiga itu lahir. Sejak di dalam kandungan putri ketiga itu mengalami penolakan. Kelahirannhya seolah membawa sesal bagi orang tuanya. Kehadirannya di tengah keluarga seakan tidak membawa berkat.
          Putri ketiga ini tidak mengalami cukup kasih sayang. Seragam sekolah pun tak dibelikan. Ia harus  mengenakan pakaian seragam bekas dari kedua kakaknya. Baju untuk gereja dan ke pesta pun tak dibelikan. Ia harus mengenakan pakaian bekas kedua kakaknya. Uang jajanpun tak cukup untuknya. Kedua kakaknya tamat universitas. Tetapi putrid ketiga hanyalah tamat SMA, dengan alasan kedua kakaknya butuh biaya besar. Di rumah ia harus mengerjakan pekerjaan kasar, sementara kedua kakaknya hanya pekerjaan ringan. Ia sering dibentak-bentak orang tuanya dan diperlakukan secara kasar oleh kedua kakaknya.
          Pada suatu ketika kedua kakaknya menikah, dan harus tinggal di luar kota. Entah apa yang dialami oleh kedua putri yang menikah itu, mereka tetap meminta uang dari kedua orang tua mereka, walaupun mereka sudah menikah. Dan orang tua mereka selalu mengirimkan uang kepada mereka, bahkan harus dengan menjual tanah dan harta milik. Akan tetapi itu tidak bisa berlangsung terus-menerus. Sementara itu orang tua mereka semakin tua dan sakit-sakitan. Uang untuk pengobatan membengkak. Mereka tidak bisa lagi mengirimkan uang kepada kedua putrinya. Mereka harus menggadaikan rumahnya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengobatan.Sejak itu kontak dari kedua putri mereka semakin berkurang, dan makin lama makin habis. Mereka tak pernah lagi menghubung kedua orang tuanya.
          Kini,uang dan harta orang tua mereka sudah mulai habis. Kedua orang tua itu mencoba kontak kedua putrinya untu membantu, tapi tak ada jawaban. Kedua putrinya tak pernah mengirim uang untuk mengganti biaya rumah yang digadaikan. Jika dihubngi dengan surat, balasannya adalah bahwa mereka juga kepepet, bahkan harus meminta uang lagi dari orang tua mereka. Biaya gadaipun semakin besar. Dan kedua orang tua itu merasa amat malu meminta bantuan putri mereka yang ketiga, karena mereka sama sekali tak mencintainya dan tak memenuhi kebutuhannya dengan baik sampai ia berkeluarga.
          Putri ketiga,kemudian menikah. Ia bersyukur mendapatkan seorang suami yang baik dan mempunyai penghasilan yang tetap. Suaminya membeli rumah yang cukup bagus, letaknya tidak jauh dari rumah kedua orang tuanya, dan mempunyai pekarangan yang indah dan kendaraan untuk  kerja dan kepentingan keluarga. Putri ketiga bersyukur pada Tuhan diberikan berkat yang mengagumkan;  suami dan anak-anak. Ia tahu bahwa sebelumnya ia mengalami derita yang dalam. Ia tidak disukai oleh orang tuanya. Ia tahu bahwa ia kurang dicintai, bahkan ditolak. Tetapi sekarang ia sadar bahwa Tuhan tidak  pernah meninggalkannya. Sekarang Tuhan telah mengganti penderitaannya dengan berkat berlipat ganda,suami yang mengagumkan dan anak-anak yang lucu serta harta yang mencukupi.
          Tiba saatnya, rumah orang tua disita oleh pihak pegadaian, karena tak mampu membayar pinjaman yang sudah amat besar. Mereka tak mempunyai jalan keluar selain meminta bantuan pada putri ketiga. Mereka pun datang ke rumah putri ketiga dan meminta pertolongan. Dengan amat menyesal dan merasa begitu rendah, mereka berlutut di depan putri mereka yang dulu mereka abaikan dan tak cintai.Sekarang mereka meminta pertolongan untuk rumah yang digadaikan itu. Suami dari putri ketiga ini cukup bijaksana. Ia tahu duduk persoalan rumah yang digadaikan. Jika ia membantu membayar pinjaman, si putri pertama dan kedua akan mengeruk uang terus menerus dari orang tua mereka. Akhirnya si suami memutuskan untuk tidak memberikan uang pengembalian pinjaman, tetapi meminta kedua orang tua itu untuk membiarkan rumahnya dilelang, dan mengundang kedua orang tua itu untuk tinggal bersama di rumahnya saja. Dengan begitu berat hati, dan memang tak ada jalan lain, akhirnya kedua orang tua itu tinggal di rumah mereka, karena kini keduanya tidak memiliki rumah lagi. Kedua orang tua itu insaf  bahwa sekarang segala sesuatu telah berubah, dan mereka harus menerima perasaan derita ditolong oleh putri yang mereka sia-siakan sejak kecil sampai ia berkeluarga.
          Di rumahnya, si putri ketiga menjamu kedua orang tuanya, melayani dan memelihara mereka dengan penuh kasih sayang. Semua kebutuhan mereka dipenuhi. Apa saja yang diminta, diturutinya. Orang tuanya begitu terharu dan menyesal tanpa akhir. Air mata berlinang setetes demi setetes. Mengapa dulu putri mereka yang tak dipenuhi kebutuhannya, sekarang malah memenuhi semua kebutuhan mereka?
          Sang ibu memikirkan semua itu, lalu jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Putri yang ketiga ini dengan setia merawat ibunya di rumah sakit. Ia menjaga ibunya siang dan malam dengan amat setia. Ia membeli obat-obatan dan makanan. Ia menyediakan pakaian yang cukup. Ia membersihkan dan memandikan ibunya. Saat mengganti pakain ibunya, si ibu hanya menangis tersedu-sedu. Si putri ketiga tak mengerti mengapa ibunya menangis. Ia bertanya, “ibu, kenapa ibu menangis? Ibu kan nanti cepat sembuh?”  Sambil menangis terisak-isak si ibu merangkul dan memeluk putrinya rapat-rapat. Air mata si ibu tak kunjung henti, mengalir terus menerus membasahi pipi dan bantal tidurnya. Tak kuasa  si ibu mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. Dengan nada yang terputus-putus, ia memaksakan dirinya mengeluarkan kata-kata terakhir “ putri….ku….a…ku minta maaf sebesar-besarnya, te….lah mem….buat….mu…..menderita….sekarang….engkau….malah ….mencintai ibu….mengurus ….ibu…. oh Tuhan….ampuni….lah do…sa..dosa….ku…..ampunilah hambaMu ini…..”  Masih dalam pelukannya, si ibu pun menghembuskan nafasnya yang terakhir. Tak dinyana, si putripun berteriak penuh kesedihan “…..ibu……..!!!! jangan pergi ibu…….!!!  Aku mencintai ibu…..! Ibu bangunlah……”Namun hanyalah kesunyian sebagai jawabannya. Karena ibunya telah menghembuskan bafasnya yang terkahir. Ibunya telah pergi dengan penyesalan yang dalam, tak berdaya menebus dosa dan kesalahannya terhadap putrinya itu. Sebaliknya cinta putrinya telah mengukir sejarah kehidupan yang sungguh indah dan mulia.
          Sejarah telah berlalu, dunia ini penuh dengan misteri cinta dan kebencian. Namun setan  mampu mengubah cinta menjadi kebencian, tetapi Tuhan  mampu mengubah kebencian menjadi cinta dan kasih sayang. Kita tak perlu pilih kasih, atau mengutamakan yang satu lebih dari yang lain. Sebab mungkin yang kita kasihi malah berbalik membenci, dan mungkin yang kita benci malah berbalik mencintai kita. Mari kita bersikap dewasa dan arif, agar tidak ada kata penyesalan di kemudian hari. Salam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MATERI UJIAN PRAKTEK KLS VI

RANGKUMAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SD, UNTUK BLOK TEST PERTAMA '20/'21

RANGKUMAN AGAMA KATOLIK SD, PERSIAPAN BLOK TEST KEDUA SMSTR 2 2019