KAUM MUDA PIONER TOLERANSI
KAUM MUDA PIONER TOLERANSI
Begitu
manusia lahir ke atas dunia ini, ia tak bisa menghindar dari perjumpaan dengan
orang lain yang berbeda dari dirinya. Mulai dari keluarga, masyarakat sekitar
tempat tinggalnya dan masyarakat bangsa dan dunia. Hal ini tidak bisa
dihindarinya.
Perjumpaan
dengan orang lain dapat merupakan ancaman atau berkat bagi seseorang.
Perjumpaan dengan orang lain merupakan ancaman, bila orang mempunyai
asumsi-asumsi negatif terhadap sesamanya, entah ketakutan bahwa orang lain itu
akan mengganggu, entah karena pandangan bahwa kehadiran orang lain akan
mengurangi kenyamanan, dan lain-lain. Namun demikian perjumpaan dengan orang
lain dapat merupakan berkat bila orang memandang yang lain sebagai teman seperjalanan dalam
hidup.Tentu dalam perjumpaan itu ada macam-macam aturan yang harus disepakati
bersama, agar perjumpaan dapat saling menguntungkan.
Salah
satu aturan atau sikap yang harus dimilik adalah toleransi. Toleransi adalah suatu sikap saling menghormati dan
menghargai antar individu atau antar kelompok dalam masyarakat atau dalam
lingkup lainnya. Sikap toleransi menghindarkan terjadinya diskriminasi
sekalipun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu
kelompok masyarakat.
Arti kaum
muda. Melihat ciri utama kaum muda itu maka bisa dimengerti bahwa kaum muda dan
usia muda mempunyai arti kepentingan tersendiri. Minimal ada tiga alasan
mendasar untuk itu.
Pertama,
kaum muda sedang menjalani masa pembentukan kepribadian. Aspek individual ini
memberitahukan kita bahwasanya kurun masa muda bagaikan suatu rimba
pencaharian, yang di dalamnya kaum muda meraba-raba. Mereka mau mengarahkan
diri mereka kepada pribadi yang dewasa. Tetapi untuk itu mereka harus mengalami
tahun-tahun pembentukan.
Jika pembentukan ini tidak beres
atau keliru ditangani, maka dampak negatifnya bisa lama mempengaruhi jalan
hidupnya .Karakter sendiri tidak pernah terbentuk sekali jadi. Proses
pembentukannya berlangsung lama. Namun hasilnya tidak bisa dianggap remeh,
sebab itu akan menjadi pondasi kehidupan. kita tidak bisa membayangkan apa
jadinya sebuah bangunan yang tinggi, tetapi pondasinya rapuh. Demikian juga,
alangkah berbahayanya melewati kehidupan dewasa yang panjang, berat dan penuh
dengan tanggung jawab, dengan berbekalkan kepribadian rapuh dan labil.
Kedua, kaum
muda lebih mudah dibentuk. Oleh karena kaum muda sedang berada di dalam masa
pembentukan, maka mereka memiliki kelenturan dalam banyak bidang. Betul bahwa
mereka belum stabil. Tetapi justru itulah mereka mudah menerima pengarahan dan
hal-hal yang baru. Pengaruh orang lain, khususnya di luar lingkungan keluarga,
mudah masuk. Sebaliknya, kaum dewasa sudah terbentuk dan sukar dipengaruhi
lagi. Seandainya mereka memiliki sifat dan kebiasaan buruk, itu sulit dibuang.
Karena kepribadian orang dewasa sudah tidak lentur lagi.
Ketiga, Kaum
muda akan membentuk keluarga. Seorang muda yang berkepribadian baik dan mantap,
hampir bisa dipastikan bahwa ia akan membentuk keluarga yang baik dan mantap
pula. Karena kematangannya ia tidak akan sembarangan mencari pasangan hidup.
Seorang muda yang dewasa di dalam Kristus mempunyai pengaruh yang langsung
kepada keluarga yang akan dibentuknya. Lebih jauh lagi pengaruh itu akan terasa
di dalam masyarakat, karena keluarga adalah unit masyarakat yang terkecil.
Sedangkan kalau seorang ibu dimenangkan bagi Kristus, pengaruh imannya terhadap
suaminya dan anak-anaknya yang sudah besar umumnya tidak begitu terasa.
Setelah
melihat arti kaum muda baik secara individual maupun secara sosial, maka tidak
berlebihan kalau gereja harus memberikan perhatian dan menanam modal yang besar
untuk pelayanan kaum muda.
Dan
kaum muda sebagai calon pemimpin masa depan Gereja dan Bangsa dengan seharusnya
memiliki dan senantiasa membina sikap toleransi dalam diri sebagai individu dan
dalam masyarakat. Kaum muda bangsa Indonesia telah menyadari hal ini dalam
sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Kemerdekaan yang diraih 72 tahun lalu adalah
hasil perjuangan seluruh rakyat Indonesi yang terdiri dari bermacam- macam
suku, agama, ras dan golongan yang secara monumental telah bersatu dan
mengokohkan niatnya dalam sumpah pemuda untuk mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia;
mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia; menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia. Ikrar kebangsaan tersebut didahului lagu Indonesia Raya yang berakhir dengan syair yang mengungkapkan
komitmen memperjuangkan kesatuan yang menjadi cita-cita bersama “Hiduplah
Indonesia Raya!”
Apa
bila setiap orang muda katolik didesak untuk bersikap toleran terhadap
sesamanya yang tidak seiman, itu berarti dia tidak hanya diminta untuk
membiarkan orang lain berkembang, melainkan sekaligus juga ikut ambil bagian
dalam menanggung beban kerepotan dan kesusahan mereka, tanpa perlu setuju
dengan ajaran iman mereka. Hal yang serupa juga diharapkan dari kaum muda agama
lain terhadap sesamanya yang tidak seiman (yang mengalami kesulitan).
Sikap
toleran dengan demikian membuang jauh-jauh dari aneka tindakan taktik-taktik
menjegal kemajuan pihak-pihak yang ingin maju dan memberikan konstribusi yang
baik kepada masyarakat. Toleransi memacu kerjasama dan saling
penegertian satu sama lain di antara kaum muda.
Ada
dua tokoh bangsa ini yang dapat dijadikan oleh kaum muda sebagai model dalam
mengembangkan toleransi. Kedua tokoh itu adalah Gus Dur dan Romo Mangun.
Siapa
yang tidak mengenal kiprah seorang Gus Dur. Aktivitas hidupnya, menerobos
tembok-tembok pemisah suku, bangsa dan agama. Keberpihakannya kepada kelompok
kecil dan tertindas memang sudah menjadi penggilan jiwanya. Komitmen itu
ditunjuk dengan bukti: Indonesia tetap menjadi Negara plural. Tepatlah
kemudian ada yang menyebut Gus Dur
adalah Bapak Pluralisme Indonesia bahkan dunia.Sedangkan Romo Mangun adalah
tokoh budayawan dan pejuang keadilan dan keberagaman (pluralisme). Keduanya
bersahabat dan saling mendukung satu sama lain.Hubungan persahabatan antara
keduanya sangat akrab tidak dibuat-buat.
Bahkan antara keduanya muncul ungkapan : “Romo Mangun itu adalah orang islam
yang tak pernah shalat” (Gus Dur).”Gus Dur itu sebenarnya seorang katolik, tapi
tidak pernah ke gereja( misa)”
(Rm.Mangun).
Nah,
agar kaum muda mencapai penghayatan
toleransi yang tepat sebagaimana telah diahayati oleh Gus Dur dan Romo Mangun,
perlu buang jauh-jauh sikap suka membandingkan diri dengan orang lain.Bukankah
Allah menciptakan kita , dengan talenta, kemampuan, tugas dan penggilan masing-masing? Saya dengan kulit
hitam sama dicintai Allah dengan yang kulit putih. Saya dengan talenta sedikit
dicintai Allah sama banyak dengan orang segudang talenta.
Betapa
indahnya , jika kiprah dalam beragama di
Indonesia seperti dua figur di atas.Indonesia tentu akan semakin nyaman di
tempati. Maka, kaum muda umumnya terutama kaum muda Katolik, dengan seharusnya
menjadi pioner dalam mengembangkan dan menghayati toleransi.
Selamat berjuang kaum muda.
Tangerang, akhir
September 2017
Komentar
Posting Komentar