HENDAKLAH DAMAI SEJAHTERA KRISTUS MEMERINTAH DALAM HATIMU
PERAYAAN Natal 2017 sudah di depan mata. Sebentar
lagi, umat KrIsitiani di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia akan
memperingati peristiwa kelahiran Yesus Kristus, Sang Juru Selamat dunia. Guna
menyambut perayaan ini, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan
Konferensi Waligereja Indonesia, dalam satu hati, mengeluarkan pesan Natal
bersama. Pesan ini dibuat dengan memperhatikan pergumulan Gereja ketika
menghadapi berbagai rentetan peristiwa sepanjang tahun 2017.
Berikut
pesan Natal bersama PGI dan KWI yang kami hadirkan bagi pembaca sekalian:
Saudara-saudari
terkasih dalam Kristus
NATAL adalah perayaan kelahiran Sang Juru Selamat
dan Raja Damai. Perayaan ini mengajak kita untuk menyimak kembali pesan
utamanya. Karena kasih-Nya yang begitu besar kepada manusia, Allah telah
mengutus Putra-Nya ke dunia (bdk. Yoh 3:16). Putra-Nya itu mengosongkan diri
sehabis-habisnya dan menjadi manusia seperti kita (bdk. Flp 2:17). Ia datang
untuk memberi kita hidup yang berkelimpahan (bdk. Yoh. 10:10). Ia, yang adalah
Raja Damai dan Imanuel, Allah beserta kita, datang untuk membawa damai
sejahtera kepada dunia, seperti yang diwartakan para malaikat kepada para
gembala, “Kemuliaan bagi Allah di tempat
yang mahatinggi, dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan
kepada-Nya (Luk.2:14).
Bagi
umat Kristiani, kelahiran Sang Raja Damai merupakan suatu momentum untuk membarui
hidup pribadi maupun hidup bersma, Sebagai umat beriman, yang dilahirkan
kembali, kita harus membuka diri agar damai sejahtera Kristus benar-benar
memerintah dalam hati kita (bdk. Kol 3:15). Kita mendambakan damai sejahtera,
baik dalam hidup pribadi maupun dalam hidup bersama. Kita merindukan suatu bumi
yang penuh damai dan umat manusia yang makin bersaudara. Hanya dengan demikian,
kita akan mengalami sukacita sejati.
Saudara-saudari
terkasih dalam Kristus,
Sudah sepatutnya kita semua berusaha menemukan makna dan
relevansi perayaan Natal bagi kita umat Kristiani dan bagi bangsa Indonesia.
Perayaan Natal seharusnya menjadi momentum indah bagi kita untuk menyadari
kembali tugas perutusan serta komitmen kita, sebagai elemen bangsa dan negara
tercinta ini. Kondisi dan situasi bangsa Indonesia saat ini merupakan tantangan
sekaligus panggilan bagi kita untuk merenungkan dan menarik secara lebih
seksama makna dari seruan Santo Paulus, “Hendaklah
damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kami telah
dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah “(Kol
3:15). Kata-kata Paulus ini seharusnya mendorong kita untuk terus menerus
mengupayakan terwujudnya damai sejahtera, karena hanya dengan demikian kita
memahami makna sejati Natal. Sebagai anak-anak Allah, sumber damai kita, kita
harus mewujudkan komitmen Kristiani kita, yakni menjadi pembawa damai (bdk. Mat
5:9).
Saat
ini kita sedang cemas. Persatuan kita sebagai bangsa Indonesia sedang terancam
perpecahan. Keresahan dan kecemasan itu semakin terasa beberapa tahun
belakangan ini. Ada pihak-pihak yang, entah secara samar-samar atau pun secara
terang-terangan, tergoda untuk menempuh jalan dan cara yang berbeda dengan
konsensus dasar kebangsaan kita, yaitu Pancasila. Hal itu terlihat dalam banyak
aksi dan peristiwa; dalam persaingan politik yang tidak sehat dan yang
menghalalkan segala cara, dalam fanatisme yang sempit, bahkan yang tidak
sungkan membawa-bawa serta agama dan kepercayaan, dan dalam banyak hal lain.
Dengan demikian, hasrat bangsa kita untuk menciptakan damai sejahtera menjadi
sulit terwujud.
Cita-cita
luhur bangsa Indonesia, sebagaimana diungkapkan dalam Pembukaan UUD 1945, untuk
menciptakan persatuan, keadilan sosial dan damai sejahtera, bukan saja di
antara kita, tetapi juga di dunia, masih perlu kita perjuangankan terus
bersama-sama. Sistem dan mekanisme demokrasi masih perlu kita tata dan benahi
terus agar mampu mewujudkan secara efektif cita-cita bersama kita. Tentu saja
hal ini tidaklah mudah.
Sebagai elemen bangsa, yang adalah kawanan kecil, kita umat
Kristiani tidak mampu menyelesaikan semua persoalan yang kita hadapi hanya
dengan mengandalkan kekuatan sendiri. Inilah saatnya bagi kita untuk membiarkan
damai Kristus memerintah dalam hati. Damai Kristus yang memerintah dalam hati kita,
merupakan kekuatan yang mempersatukan dan merobohkan tembok pemisah, “Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatuakn kedua
pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan” (Ef
2:14). Hanya dengan damai Kristus yang menguasai hati kita, kita akan
dimampukan untuk membuka diri, merangkul dan menyambut sesama anak bangsa dan
bersama mereka merajut kesatuan dan melangkah bersama menuju masa depan yang
semakin cerah.
Inspirasi dan kekuatan spiritual yang mendorong kita untuk mewujudkan
kesatuan dan untuk sungguh-sungguh melibatkan diri dalam pembangunan bangsa dan
negara Indonesia yang tercinta, kita timba dari Kabar Sukacita Yesaya: “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putra telah
diberikan kepada kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya
disebutkan orang: Penasihat Ajaib,, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja
Damai. Besar Kekuasaan-Nya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas
tahta Daud dan di dalam kerajaan_Nya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya
dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya” (Yes
9:5-6).
Saudara-saudari
terkasih dalam Kristus,
Kita
selalu mendambakan damai sejati, yang dilandaskan pada keadilan dan kebenaran.
Isi kabar Sukacita Natal adalah kelahiran Sang Mesias, yang akan mengokohkan
Kerajaan-Nya, yaitu kerajaan keadilan dan kebenaran, di mana kita semua
adalah warganya. Sebagai warga Kerajaan itu kita ditantang untuk memperjuangkan
kesatuan, persaudaraan, kebenaran dan keadilan serta damai sejahtera.
Memperjuangkan keadilan, memperkecil jurang kaya dan miskin, memberantas
korupsi, merobohkan tembok pemisah atas nama suku, agama, dan ras adalah mandat
Injil yang mesti kita perjuangkan di bumi Indonesia ini.
Ketika
kita sendiri berusaha memberikan kesaksian dalam usaha mewujudkan keadilan,
kebenaran, damai sejahtera dan persaudaraan, tentu kita patut mawa diri.
Mungkin kita masih menutup diri dalam kenyaamanan hidup menggereja, sehingga
lali mewujudkan diri sebagai garam dan terang dunia. Mungkin kita sendiri masih
enggan megulurkan tangan kasih dan persaudaraan kepada sesama anak bangsa,
terutama kepada mereka yang kecil dan terpinggirkan. Bukankah damai sejahtera
hanya dapat terwujud ketika kita berhasil mengalahkan kepentingan diri demi
kebaikan bersama? Bukankah Raja Damai yang lahir ke dunia menyadarkan kita
bagaimana Dia telah mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba, dan
menjadi sama dengan manusia (Fil2:7)?
Saudara-saudari
terkasih dalam Kristus,
Sebagai
warga Kristiani, kita sendiri ditantang untuk tak henti-hentinya mewujudkan
damai sejahtera, kerukunan dan persaudaraan di antara kita. Karena itu, kita
patut bersyukuy atas hasil kerja keras dari Komisi Gereja Lutheran dan Gereja
Katolik untuk menggalang persatuan. Selama 500 tahun, kita merajut kerukunan
dan kehangatan persaudaraan di antara kita dengan jatuh bangun. Dari Juru
Selamat, yang adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup” (Yoh 14;6), kita belajar
untuk merendahkan diri dan membuka diri satu sama lain. Dalam semangat
itulah, kita belajar mengulurkan kebaikan dan kasih kepada sesama. Kita belajar
saling mengampuni dan memaafkan. Jika ada kasih dan damai dalam hati kita
masing-masing, kita akan bersukacita dan dapat bersama-sama mewujudkan
komunitas ekumenis. Dengan bersatu sebagai umat Kristiani, kesaksikan kita
tentang kerukunan dan persaudaraan kepada masyarakat majemuk di negeri ini
lebih berarti dan meyakinkan.
Selain
rukun dengan sesama, damai yang dibawa Sang Juru Selamat juga mengajak kita
untuk berdamai dengan segenap ciptaan. Saat ini ciptaan menjerit karena segala
kerusakan yang telah kita timpakan padanya. Tanpa tanggung jawab kita
menggunakan dan menyalahhgunakan kekayaan yang ditanamkan Allah di dalamnya.
Mewujudkan damai sejahtera dengan alam ciptaan berarti tanggung jawa memulihkan
keutuhannya. Selain itu, kita wajib mewujudkan keadilan dalam hidup bersama,
karena alam merupakan sumber hidup yang disediakan Tuhan bagi semua
manusia, dan bahwa segala sesuatu bersatu dan tertuju kepada Kristus sebagai kepala
(Kol 1:15-22). Dengan demikian, masih ada banyak yang perlu kita kerjakan untuk
menciptakan kerukunan dan persaudaraaan, sementara di lain pihak kita patut
bersyukur karena karya besar Tuhan yang kita alami bersama.
Komentar
Posting Komentar